Sejarah dan Manfaat Kelor



Sejarah tanaman Kelor mulai dimanfaatkan sekitar 2000 tahun SM atau 5000 tahun silam di India Utara. Masyarakat di daerah tersebut memanfaatkan tanaman kelor sebagai bahan ramuan obat-obatan. Kelor, Maronggih (Madura), Limaran (Jawa), Moringa Oleifera (Latin) merupakan sejenis tanaman yang diduga berasal dari Agra dan Oudh, yang terletak di Himalaya (India). Istilah ‘Shigon’ untuk menyebut kelor telah tertulis sejak awal masehi di dalam kitab ‘Shushruta Sanhita’. Ada bukti bahwa daun kelor sejak ribuan tahun yang lalu telah dibudidayakan di India. Masyarakat kuno India sudah tahu bahwa biji kelor mengandung minyak nabati dan digunakan untuk pengobatan. Tanaman ini mempunyai ketinggian hingga 7-11 meter. Daunnya berbentuk bulat telur berukuran kecil yang bersusun majemuk dalam setangkai. Bunganya mempunyai warna putih agak kuning dan tutup pelepahnya berwarna hijau. Bunganya selalu keluar sepanjang tahun dengan aromanya semerbak mewangi. Sedang buahnya berbentuk segitiga memanjang.
Selain di India, beberapa negara dengan peradaban maju juga mengenal tanaman kelor sejak ribuan tahun silam, meskipun dengan tujuan berbeda. Selama berabad-abad, tanaman kelor telah dibawa ke berbagai daerah, mulai dari wilayah semi-tropis hingga tropis. Kini kelor dikenal di 86 negara dengan 210 nama yang berbeda, di antaranya: horse radish tree, drumstick tree, benzolive tree, marango, mlonge, moonga, mulangay, nebeday, saijhan, serta sajna atau ben oil tree. Ada pula sebutannya yang didasarkan pada manfaatnya yang luar biasa, misalnya mother’s best friend, miracle vegetable, dan miracle tree. Namun, hampir semuanya sepakat dengan nama terakhir yakni miracle tree alias pohon ajaib karena manfaatnya yang luar biasa banyak.

Penanaman kelor di Indonesia tersebar di seluruh daerah, mulai dari Aceh hingga merauke dan Madura\. Oleh kerana itu, tanaman kelor dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti nurong (Aceh), munggai (Sumatera), kilor (Lampung), kelor (Jawa Barat dan Jawa Tengah), marongghi (Madura), kiloro (Bugis), parongge (Bima), kawana (Sumba), dan kelo (Ternate). Kelor biasanya ditanam di halaman rumah sebagai bahan sayur dan tanaman pagar. Selain itu, dapat dimanfaatkan pula sebagai pakan ternak sapi dan kambing. Disamping itu, potensi kelor sebagai bahan baku etanol mulai diteliti. Mengingat kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, yaitu 38g karbohidrat setiap 1 Kg biji.
 
Di Indonesia, jenis tanaman kelor yang dikenal hanya dari spesies M. oleifera. Sosok kelor Moringa oleifera berupa pohon dengan tinggi 5-10 m. Batang kayu getas sehingga gampang patah. Namun, kayunya dibungkus dengan kulit yang tidak mudah terpotong selain menggunakan benda tajam. Percabangan tanaman jarang dan tumbuh memanjang. Akan tetapi, dari cabang itu tersebut dapat menghasilkan tangkai daun yang banyak sehingga sosok tanamannya terlihat rimbun. Kelor atau yang disebut dalam bahasa latin sebagai moringa oleivera ini memiliki batang yang mudah patah dan cabang yang jarang. Daunnya sendiri berbentuk bulat telur berukuran kecil yang tersusun dalam satu tangkai. Kelor sendiri dapat berkembang dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian antara 300 hingga 500 meter di atas permukaan laut. Oleh karena memiliki banyak manfaat dan tidak terlalu sulit dirawat, pohon kelor banyak dibudidayakan secara mandiri dengan cara stek.

Manfaat Kelor

Salah satu yang paling berjasa dalam pengembangan tanaman kelor adalah Lowell Fuglie. Beliau seorang dokter berkebangsaan Perancis yang merupakan perwakilan Afrika Barat Church World Service yang tinggal dan bekerja di Senegal. Lowell pertama kali meneliti kandungan nutrisi daun kelor pada akhir tahun 1990an. Hasil penelitiannya itu kini dimanfaatkan oleh banyak negara untuk memerangi gizi buruk, terutama negara-negara berkembang di Semenanjung Afrika.
Periset dari Anna Technology University, Tamilnadu, India, C Senthil Kumar, membuktikan bahwa daun kelor memang berkhasiat sebagai hepatoprotektor alias pelindung hati. Menurut dokter sekaligus herbalis di Yogyakarta, dr Sidi Aritjahja, kelor mengandung antioksidan yang sangat tinggi dan sangat bagus untuk penyakit yang berhubungan dengan masalah pencernaan, misalnya luka usus dan luka lambung.

“Bagian apa pun yang dipakai aman asal memperhatikan caranya,” ujar alumnus Universitas Gadjah Mada itu.

Minumlah rebusan daun kelor selagi air hangat. Sebab, efek antioksidan masih kuat dalam keadaan hangat.

Selain itu pula hasil penelitian Khawaja Tahir Mahmood berjudul “Moringa oleifera: a Natural Gift-A Review” menyatakan bahwa daun kelor mengandung vitamin C setara vitamin C dalam 7 jeruk. Kelor juga bermanfaat untuk kesehatan mata karena kandungan vitamin A yang setara dengan 4 wortel. Kalsiumnya setara dengan kalsium dalam 4 gelas susu, kalium setara dengan yang terkandung dalam 3 pisang, dan protein setara dengan protein dalam 2 yoghurt. Kualitas ini membuat pohon kelor menjadi kandidat pangan untuk melawan malnutrisi. Untuk anak usia 1-3, sekitar 100 gr daun kelor segar cukup untuk memenuhi kebutuhan kalsium harian, 75 persen zat besi dan setengah kebutuhan proteinnya, sejumlah besar kalium, vitamin B, tembaga dan asam amino esensial. Hanya sebanyak 20 gram daun kelor cukup memberi kebutuhan vitamin A dan C anak. “Satu sendok makan bundar (8 g) bubuk daun akan memenuhi sekitar 14 persen protein, 40 persen dari Kalsium, dan 23 persen zat besi dan hampir semua kebutuhan vitamin A untuk anak berusia 1-3 tahun. Enam sendok memenuhi hampir semua kebutuhan besi dan kalsium wanita selama kehamilan dan menyusui”.
Daun kelor (Moringa Oleifera) ternyata juga mengandung lebih dari 92 nutrisi dan 46 jenis antioksidan. Kelor dahsyat untuk mengatasi sekitar tiga ratus penyakit dan hampir memiliki semua vitamin yang terkandung di dalam sayur dan buah-buahan. Begitu banyak manfaat bagi kesehatan dari ramuan ajaib ini, sehingga bisa diberi julukan ramuan paling bergizi di muka bumi. Tidak ada efek samping yang ditimbulkan saat dikonsumsi, juga telah diuji coba, didokumentasikan dan terbukti secara ilmiah tentang manfaat dan khasiat tanaman kelor. Tanaman ini dapat dikonsumsi oleh anak-anak kecil dan orang dewasa. Saat ini, mulai banyak diproduksi kapsul herbal yang berbahan baku ekstrak daun kelor.

Oleh karena itu Kelor banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat di berbagai negara. Contohnya guatemala yang msyarakatnya menggunakan untuk mengobati infeksi kulit dan luka. Di Jamaika pada tahun 1817, minyak kelor dimanfaatkan sebagai bahan untuk keperluan memasak. Minyaknya digunakan sebagai bahan bakar yang menghasilkan cahaya tanpa asap.

Menurut sejarahnya bahwa tanaman kelor yang sudah mulai dimanfaatkan sekitar 2000 tahun SM atau 5000 tahun silam di India Utara ini, masyarakat di daerah tersebut memanfaatkan tanaman kelor sebagai bahan ramuan obat-obatan. Dalam salah satu sistem pengobatan dan perawatan kesehatan kuno (Ayurveda), kelor mampu mencegah atau mengobati 300 macam penyakit, di antaranya: anemia, asma, komedo, kotoran darah, bronkhitis, radang selaput lendir hidung, sesak nafas, kolera, konjungtivitas, batuk, diare, infeksi mata dan telinga, demam, pembengkakan kelenjar, sakit kepala, tekanan darah abnormal, histeria, nyeri pada sendi, jerawat, psoriasis, gangguan pernapasan, penyakit kudis, sakit tenggorokan,keseleo, serta TBC. Selain itu, ekstrak daun kelor diyakini dapat memberikan stamina dan tenaga ekstra. Oleh karena itu, para prajurit di daerah tersebut selalu mengonsumsi ekstrak daun kelor ketika sedang berperang.

Di Filipina misalnya, daun kelor terkenal dikonsumsi sebagai sayuran dan meningkatkan jumlah air susu ibu (ASI) pada ibu menyusui. Sampai-sampai daun ini disebut dengan julukan mother’s best friend karena mengandung unsur zat gizi mikro yang sangat dibutuhkan oleh ibu hamil, seperti beta (B3), kalsium, zat besi, fosfor, magnesium, zink, dan vitamin C. Dengan kandungan nutrisi yang tinggi, kelor di Filipina lumrah dijadikan alternatif untuk meningkatkan status gizi ibu hamil, sedangkan bangsa Romawi, Yunani, dan Mesir, misalnya mengekstrak minyak dari biji dan menggunakannya untuk parfum dan lotion kulit. Di mesir, kelor juga dipakai untuk melndungi kulit dari sengatan cuaca gurun yang panas.

Berikut adalah beberapa manfaat daun kelor bagi kesehatan beserta cara menggunakannya:
1. Reumatik, nyeri dan pegal linu
Bahan: 2-3 gagang daun kelor dan 1/2 sdm kapur sirih.
Cara membuat dan menggunakan: Tumbuk kedua bahan tersebut hingga halus, lalu hasil tumbukkan dioleskan pada bagian tubuh yang terkena sakit.
2. Sakit mata
Bahan: 3 gagang daun kelor.
Cara membuat dan menggunakan: Tumbuk daun kelor hingga halus, lalu aduk dengan 1 gelas air sampai merata. Diamkan hingga ampasnya mengendap. Setelah itu, air ramuan dapat langsung digunakan seperti menggunakan obat mata pada umumnya.
3. Biduran/alergi
Bahan: siapkan 1 sampai 3 gagang daun kelor, 1 siung bawang merah dan adas pulosari.
Cara membuat dan menggunakan: Rebus semua bahan tersebut dengan 3 gelas air sampai mendidih hingga tersisa 2 gelas. Setelah itu, saring sampai bersih. Setelah dingin, minumlah ramuan tersebut 2 kali sehari, pagi dan sore.
4. Cacingan
Bahan: 3 gagang daun kelor, 1 gagang daun cabai dan 1-2 batang meniran.
Cara membuat dan menggunakan: Semua bahan dicampur dengan 2 gelas air putih. Angkat setelah air yang tersisa hanya 1 gelas saja kemudian saring. Hasil saringan kemudian diminum sampai habis.
5. Luka nanah
Bahan: 3 sampai 7 gagang daun kelor
Cara membuat dan menggunakan: Remas-remas daun kelor hingga cairannya keluar. Setelah itu, tempelkan pada bagian yang luka.
6. Rabun ayam
Bahan: 3 gagang daun kelor
Cara membuat: Tumbuk halus daun kelor, lalu seduh dengan 1 gelas air masak kemudian disaring. Air saringan lalu dicampurkan dengan madu lalu aduk hingga merata. Minum ramuan ini sebelum tidur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Morfologi dan Taksonomi Tanaman Kelor